Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, TB Hasanuddin, menilai pemerintah selama ini tidak menaati ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri) terkait larangan penempatan anggota Polri aktif dalam jabatan sipil. Hal itu ia sampaikan menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan Pasal 28 UU Polri bersifat inkonstitusional bersyarat.
“Putusan MK hanya mengulang dan mempertegas apa yang sudah ada dalam UU Kepolisian. Artinya, pemerintah sejak awal wajib menaati larangan tersebut. Namun kenyataannya, pemerintah tidak menjalankan ketentuan pasal 28 UU 2/2002,” ujar Hasanuddin saat dihubungi, Jumat (14/11).
Larangan tersebut dijelaskan dalam Pasal 28 ayat (3) UU Polri yang menyebutkan bahwa polisi hanya dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun. Pada bagian penjelasan undang-undang, frasa ‘jabatan di luar kepolisian’ dipahami sebagai jabatan yang tidak memiliki sangkut paut dengan tugas kepolisian atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri.
Menurut Hasanuddin, frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” inilah yang kemudian dinyatakan MK bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat. Namun, ia menegaskan bahwa tanpa putusan MK sekalipun, aturan dalam UU Polri sudah jelas melarang polisi aktif menjabat di ranah sipil.
“Sebetulnya tanpa putusan MK pun, kalau negara mengikuti aturan yang dibuatnya sendiri, tidak ada anggota Polri aktif yang boleh menjabat di ranah sipil,” tegasnya.
DPR Minta Presiden Tarik Polisi Aktif dari Jabatan Sipil
Sementara itu, Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Benny K. Harman, mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk segera menarik seluruh anggota Polri aktif yang masih menduduki jabatan sipil. Ia yakin Presiden Prabowo akan taat hukum, terlebih putusan MK bersifat final dan mengikat.
“Karena itu kita mengharapkan Presiden Prabowo segera tarik dan kembalikan anggota Polri yang masih aktif di kementerian, lembaga, atau badan,” kata Benny.
Ia menambahkan apabila anggota polisi aktif tersebut tidak kembali, pemerintah maupun Kapolri harus memberikan opsi kepada mereka untuk mengundurkan diri atau pensiun dini. Benny menegaskan bahwa Polri bukan pemegang kekuasaan negara, dan putusan MK memperkuat prinsip rule of law dalam pemerintahan.
“Putusan MK ini menambah bobot tinggi pada Presiden Prabowo sebagai presiden yang ingin menegakkan prinsip rule of law dan demokrasi substantif dalam pemerintahan yang dipimpinnya,” ujarnya.
Putusan MK Pertegas Larangan Polisi Aktif di Jabatan Sipil
MK mengabulkan permohonan perkara nomor 114/PUU-XXIII/2025 yang diajukan oleh dua pemohon, yakni Syamsul Jahidin dan Christian Adrianus Sihite, yang menguji konstitusionalitas Pasal 28 ayat (3) dan Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri.
Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur dalam putusannya menegaskan bahwa secara substansial, ketentuan dalam pasal tersebut telah menempatkan syarat tegas bahwa anggota Polri hanya dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.
Dengan putusan ini, DPR mendorong pemerintah untuk menyesuaikan kebijakan dan memastikan tidak ada lagi anggota Polri aktif yang menduduki jabatan sipil di kementerian, lembaga, maupun badan pemerintah lainnya.
Dikutip dari cnnindonesia.com
